Wanita Indonesia di era milenial saat ini, diminta untuk merubah stigma bahwa perempuan sebagai kanca wingking yang hanya mengurus kasur, dapur dan sumur. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Penasehat Gabungan Organisasi Wanita Kabupaten Rembang, Hasiroh Hafidz, saat upacara memperingati Hari Kartini ke-143, di Pendapa Museum RA. Kartini, Hari Kamis (21/4).
Hasiroh Hafidz mengatakan di zaman yang modern ini, dalam era 4.0 bahkan menuju 5.0, menuntut wanita agar tidak ketinggalan zaman dan menjawab tantangan untuk melakukan penyesuaian dengan kondisi yang ada sekarang. Dengan kreativitas dan inovasinya, wanita dapat berkarya dan berkreasi baik di rumah maupun bekerja di mana pun tempatnya, sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki.
“Inovasi dan kreativitas bukan hanya milik pria saja, wanita juga bisa berpikir serta bertindak kreatif dan inovatif, sehingga dapat mewarnai pemerintahan, pembangunan dan kegiatan sosial kemasyarakatan dengan lebih baik. Bahkan salah satu prioritas utama SDGs (Sustainable Development Goals) adalah kesetaraan gender, yang menegaskan bahwa negara tidak bisa menjalankan pembangunan berkelanjutan kalau perempuan tertinggal di belakang” Imbuhnya.
Ketua tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kabupaten Rembang menjelaskan dengan kreativitas yang dimilikinya, wanita dapat tampil up to date, mempunyai kemampuan yang istimewa, mandiri dan percaya diri dalam berbagai hal, pantang menyerah dan mampu bekerja sama, baik dalam keluarganya maupun tempat kerjanya.
Pasalnya, peran wanita cukup penting bagi bangsa dan negara ini. Wanita bisa menyebabkan suatu negara maju atau hancur. Karena wanita merupakan ibu suatu generasi, di mana setiap tingkah laku dan perbuatannya dapat berpengaruh pada peradaban. Wanita harus menjadi sosok yang istimewa, kreatif, inovatif, percaya diri serta berjalan sinergis bersama kaum pria, sehingga akan menjadi kekuatan besar yang memastikan terwujudnya Sumber Daya Manusia yang unggul yang dapat membawa negaranya ke peradaban yang lebih baik.
Istri Bupati Rembang, Abdul Hafidz itu mengharapkan agar semangat Kartini terus mendarah daging pada setiap generasi dan terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Saat ini, perempuan tidak lagi hanya mengurus rumah tangga, melainkan juga turut berperan dalam roda perekonomian keluarga, daerah, hingga bangsa. Karena perempuan yang semula hanya akrab dikaitkan dengan posisi istri maupun ibu rumah tangga, kini punya peran lebih luas.
Perjuangan dan pemikiran Kartini menurut Hasiroh menjadi sumber inspirasi bagi kita semua, yang hingga kini masih sangat relevan. Kartini tidak berjuang hanya untuk dirinya sendiri, namun beliau berjuang untuk perempuan-perempuan lain dalam memperoleh persamaan hak dan kesempatan untuk maju dan berperan positif dalam keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
“Mungkin kita pernah mendengar dan masih mendengarnya sampai dengan saat ini, di mana ada sebuah stigma yang menyatakan bahwa tugas wanita hanyalah urusan dapur, sumur dan kasur. Dengan mengedepankan prinsip positive thinking, saya sendiri berpendapat bahwa stigma orang tua zaman dahulu yang menyatakan wanita tidak terlepas dari urusan dapur, sumur dan kasur tidak dapat dikatakan sepenuhnya salah,” Ujarnya.
Hasiroh menuturkan istri dapat mempunyai beragam peran lain di luar urusan dapur, sumur dan kasur.
Walaupun istri memiliki posisi tinggi di suatu organisasi atau perusahaan, walaupun istri memiliki jabatan penting di kantor tempatnya bekerja, tetapi di rumah ia tetap menjadi istri yang memiliki kewajiban khidmah kepada suaminya. Dalam menjalankan tugasnya, Wanita justru dituntut agar bisa kreatif dan inovatif. Sehingga dengan waktu dan tugas yang diembannya, wanita juga perlu berkarya, tetapi tidak meninggalkan kodratnya sebagai perempuan yang memiliki naluri untuk mendampingi suami dan mengasuh anak-anaknya.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Rembang, Sulistyowati menerangkan Kartini adalah salah satu pejuang emansipasi wanita di Indonesia, terutama dalam hal pendidikan. Pemikirannya soal emansipasi wanita berkembang karena korespondensinya dengan teman-teman di Belanda. Ia juga mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang diketahui lewat surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia baca. Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan di Indonesia. Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah.
“Teman wanita Belanda nya Rosa Abendanon, dan Estelle “Stella” Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh R.A Kartini,” Tambahnya.
Sulistyowati menyebutkan surat-surat yang Kartini tulis berisi kondisi wanita di Indonesia. Ia menuliskan penderitaan perempuan Jawa seperti harus menjalani pingit, tak bisa bebas berpendapat dan menempuh pendidikan.
Perlu diketahui, nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Ia berasal dari Jepara, Jawa Tengah dan lahir pada 21 April 1879. Ayah Kartini adalah seoarang Bupati Jepara berama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV. Ibu Kartini bernama M.A. Ngasirah, merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Pada 1903 saat Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah memiliki tiga orang istri.
Kegiatan upacara diakhiri dengan pemberian santunan kepada disabilitas, petugas kebersihan sampah wanita dan para pemenang lomba kegiatan hari kartini tahun 2022.(Dari Rembang Masudi melaporkan)