Memasuki musim kemarau, menjadi berkah tersendiri bagi para perajin batu bata merah di Rembang. Sebab, terik matahari di musim ini membantu proses penjemuran bata merah lebih cepat kering. Bahkan, produksi para pengrajin meningkat tiga kali lipat dibanding saat musim hujan.
Pertengahan Juni ini telah masuk musim kemarau. Setelah sebelumnya, musim kemarau tahun ini dinyatakan mundur sekitar beberapa bulan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sehingga, saat ini menjadi momen para perajin untuk menggenjot produksi bata merah.
Sebab, para perajin terbantu oleh terik matahari dalam proses pengeringan batu bata setelah rampung dicetak. Sehingga dalam sepekan pihaknya mampu merampungkan produksi seribu biji bata merah.
Salah seorang pengrajin batu bata merah Agus di Kaliori mengatakan musim kemarau seperti ini, merupakan momentum untuk produksi karena cuaca sangat mendukung.
Kalau harga sendiri mulai dari Rp. 800 rupiah sampai Rp. 1000 rupiah per biji. Kalau untuk musim penghujan produksi bisa sedikit lebih lama.
“Kalau sudah kemarau begini ya lebih cepat produksinya. Kalau musim hujan, paling cepat tiga minggu baru selesai,” terang Agus.
Menurutnya, musim kemarau jadi momen para perajin menggenjot produksi batu bata. Panas terik matahari yang pas membuat bata kering dan kualitas juga lebih baik dari pada musim hujan.
Tak pelak, produksi bata di musim kemarau ini meningkat tiga kali lipat ketimbang musim hujan. Terlebih, bahan baku tanah liat tidak sulit di dapat. Ribuan biji bata yang rampung dibakar disimpan sementara di linggan miliknya sebelum dikirim ke pembeli.(Asmui/Msd)