LASEM – Kitab kuning (turats) dinilai sangat penting untuk didigitalisasi. Hal itu disampaikan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Arwani Thomafi dalam kegiatan Halaqoh Turots Nusantara, digelar oleh Museum Islam Nusantara di Pendapa Tejakusuman, kompleks Masjid Jami’ Lasem, Ahad (20/11).
Arwani Thomafi mengatakan perlunya diadakan digitalisasi turats di era digitalisasi sekarang ini, agar dapat diakses oleh generasi muda. Pasalnya, manuskrip atau naskah hasil karya ulama terdahulu belum terdokumentasi dengan baik.
“Jangankan oleh masyarakat, bahkan oleh para santri sendiri. Karena itu manuskrip berupa kitab-kitab ulama terdahulu maupun ulama sepuh perlu dibuat versi digital, agar bisa diakses oleh generasi sekarang,” imbuhnya.
Selain itu perlunya digitalisasi turats menurut Arwani Thomafi untuk memberikan pesan kepada dunia Islam, bahwa Indonesia kaya akan hasanah keislaman yang bercirikan moderat dan ramah serta berdasarkan Pancasila.
Politisi dari Lasem ini menyebutkan pemangku kepentingan yang diharapkan bisa menjembatani digitalisasi turats diantaranya Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil, Lora Usman Hasan digitalisasi manuskrip karya-karya ulama sangat penting untuk diabadikan karena rentan lapuk.
“Kalau dibuat versi digital, bisa disimpan selamanya dan bisa dengan mudah diakses dan dicetak lagi. Kemudian bisa dipelajari oleh masyarakat,” tandasnya.
Cicit dari Syaikhona Kholil Bangkalan menyampaikan, Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil telah menghimpun 32 manuskrip dari karya-karya inspirator Nahdlatul Ulama (NU), termasuk kitab alfiah ibnu malik yang dikaji (disyarahi) dengan lengkap.
Pengasuh Ponpes Manba’us Sa’adah, Desa Bermi, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Gus Nanal Ainal Fauz mengungkapkan jasa ulama Lasem dalam membentuk ulama dunia sangat luar biasa. Pasalnya, salah satu muassis (pendiri) madrasah Darul Ulum, di Makkah, Kyai Haji (KH) Abdul Muhaimin (adik KH Baidlowi) berasal dari trah Lasem. Yang kemudian diteruskan oleh Kyai Masykuri Allasimy.
Penulis Kitab Tsabat Al Indunisi ini telah mengoleksi ratusan hingga ribuan kitab karya ulama dan telah menerbitkan ensiklopedia ulama penulis kitab.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Kelurahan Leteh, Kecamatan Rembang, KH. Bisri Adib Hattani menuturkan kitab-kitab gundul tak hanya sekadar dikoleksi, namun juga penting untuk dipelajari. Lewat turats ini sebenarnya mendorong kita untuk menulis tentang kajian agama.
“Namun sayangnya, sudah jarang yang menulis kitab. Apalagi peminat kitab kuning pasca pandemi hampir tidak ada,”ujarnya.
Penggagas Museum Islam Nusantara selaku moderator, Abdul Aziz menerangkan, kegiatan ini merupakan soft launching Museum Islam Nusantara Masjid Jami’ Lasem.
“Ada tiga unsur yang akan diletakkan di museum ini, yaitu narasi, naskah dan artefak,” bebernya.
Wakil nazir Masjid Jami’ Lasem tersebut mengemukakan dari segi narasi. Museum menjabarkan tentang gelombang sejarah ulama-ulama di Lasem pada awal abad 15, abad 17 dan abad 20. Abad 17 adalah masa Mbah Sambu, dan abad 20 adalah masa hadirnya sosok pendiri-pendiri NU dari Lasem. Antara lain KH. Kholil, KH. Baidlowi dan KH. Ma’shoem.
Pria yang akrab disapai Gus Aziz ini menandaskan dari segi naskah, pihak Museum akan menyusun kitab-kitab ulama nusantara secara sistematis. Akan menghadirkan maktabah turats paling lengkap, tidak hanya Jawa Tengah, tetapi juga sepulau Jawa.(Masudi/CBFM)